Wirausaha memiliki
peran yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia, jumlah
wirausahawan sebesar 19,3% dari jumlah total penduduk dewasa (Sumber: Global
Entepreunership Monitor, 2006). Sebuah angka yang besar bagi sebuah negara
berkembang menurut pandangan McClelland, seorang pakar ekonomi Amerika Serikat. Menurutnya, suatu negara dapat dikatakan makmur
apabila minimal harus memiliki jumlah entrepreneur atau wirausaha sebanyak 2%
dari jumlah populasi penduduknya.
|
Hasil Tani, Potensi SDA Indonesia |
Indonesia, negara kaya
akan sumber daya alam dan manusia yang menjadi suatu dasar berkembangnya pelaku
usaha saat ini. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah sebagian besar
dari pelaku usaha tersebut merupakan wirausahawan yang tumbuh berdasarkan desakan kebutuhan hidup atau Necessity Entrepreneurship, misalnya
golongan petani dan nelayan yang bersifat informal. Hal demikian yang
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah wirausaha yang tinggi namun
pendapatan perkapita nya rendah sehingga diperlukan peran pemerintah dalam hal
meningkatkan kesadaran wirausahaan tanpa didasarkan oleh kebutuhan hidup. Program
Gerakan wirausaha nasional (GKN) merupakan
salah satu upaya pemerintah tersebut. Selain itu, pemerintah juga menggalang
kerjasama dengan sejumlah institusi dan para akademisi untuk meningkatkan
kewirausahawan dari segi peningkatan nilai jual produk melalui inovasi-inovasi yang
mumpuni. Peningkatan produk usaha melalui kegiatan-kegiatan inovasi penelitian
ini yang kita kenal sebagai techopreunership.
Enterpreunership
Vs Technopreunership
Menurut Dr. Ono Suparno yang merupakan salah
satu pakar teknologi IPB, terdapat perbedaan antara entrepreneurship biasa dan
technopreneurship (technology entrepreneurship). Technology entrepreneurship
harus sukses pada dua tugas utama, yakni: menjamin bahwa teknologi berfungsi
sesuai kebutuhan target pelanggan, dan teknologi tersebut dapat dijual dengan
mendapatkan keuntungan (profit).
Entrepreneurship biasa umumnya hanya berhubungan dengan bagian yang
kedua, yakni menjual dengan mendapatkan profit tanpa melibatkan teknologi yang
sesuai dengan kebutuhan target pelanggan (konsumen). Berikut ini adalah
illustrasi singkat yang menjelaskan perbedaan produk Technopreunership dan
Enterpreuship biasa.
|
Technopreunership Vs Enterpreunership dalam produk |
Technopreuner dan Perkembangannya
Techopreunership
didefinisikan sebagai suatu tindakan komersialisasi produk teknologi berupa
kegiatan pemindahan hasil penelitian atau teknologi dari laboratorium ke pasar
dengan cara yang menguntungkan. Fenomena perkembangan usaha teknologi saat ini
diawali dari pengembangan ide-ide kreatif di beberapa pusat penelitian (misalnya
di Perguruan Tinggi) yang memiliki nilai jual di pasar.
Penggagas ide dan
pencipta produk dalam bidang teknologi tersebut sering disebut dengan nama technopreuner, karena mereka mampu
menggabungkan antara ilmu pengetahuan melalui kreasi/ide produk yang diciptakan
dengan kemampuan berwirausaha melalui penjualan produk yang dihasilkan ke pangsa
pasar. Sehingga berdasar dari definisi tersebut, terdapat sejumlah kegiatan
yang dilakukan dalam technopreuner, yaitu: membuat lisensi dan mencari partner
(investor). Kegiatan membuat lisensi dapat diartikan sebagai kegiatan
menciptakan produk dan memberikan hak kepemilikan atas produk tersebut agar
tidak dimiliki oleh pihak lain. Sedangkan mencari partner (investor), merupakan
kegiatan berafiliasi atau kerjasama antara technopreuner, pusat riset (biasanya
Perguruan Tinggi) dan penyedia modal dalam menciptakan produk hingga menjual
produk ke pangsa pasar. Hubungan antara tiga unsur tersebut yang kemudian mendorong
berkembangnya bisnis teknologi mumpuni di beberapa negara, misalnya Sillicon Valley di Amerika Serikat dam Bangalore di India.
|
Sillicon Valley, Kota Technopreuner Dunia |
Apa kabar Technopreuner Indonesia ?
Di Indonesia,sinergitas
antara technopreuner, lembaga riset dan penyedia modal (investor) belum
terbangun dengan baik. Hal ini disebabkan karena hanya 0,24 persen dari 53 juta
wirausaha di Indonesia tergolong technopreneur alias menjalankan usaha berbasis
inovasi teknologi (sumber: Kompas, 2013). Ini menjadi salah satu sebab industri
dan lembaga riset di Indonesia tidak berkembang. Sehingga perlu ada
entrepreneur inovatif untuk menjembatani industri dan lembaga riset sehingga
terjalin kerja sama saling menguntungkan.
Selain itu, masih rendahnya
produktivitas nasional dan daya saing usaha kecil dan menengah juga ditenggarai
sebagai penyebab rendahnya keinginan wirausaha untuk mengembangkan produk
berbasis teknologi. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya kepercayaan
masyarakat akan kualitas produk-produk teknologi karya anak bangsa. Selain
karena faktor gengsi, masih minimnya
produk teknologi Indonesia yang memiliki brand (merek)
yang dinilai menjadi salah satu faktor utama rendahnya pamor produk
teknologi Indonesia ditengah meningkatnya minat masyarakat pada produk-produk
teknologi asing. Untuk itu, peran pemerintah sangat diperlukan untuk membantu
technopreuner dalam meningkatkan pamor produk teknologi Indonesia.
|
RAMP Indonesia, Inkubator Technopreuner muda |
Pengembangan berbagai
pusat inovasi dan inkubator bisnis dalam bidang teknologi di beberapa perguruan
tinggi dan lembaga riset merupakan upaya pemerintah untuk menghasilkan
techopreuner muda di Indonesia. Salah satu program yang menjadi upaya
pemerintah dalam menghasilkan techopreuner muda di kalangan mahasiswa yaitu
program Recognition and Mentoring Program (RAMP) Indonesia. Melalui RAMP
Indonesia, maka dihasilkan para technopreuner muda yang mampu menciptakan
produk teknologi yang memiliki brand image, bernilai jual, dan mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat Indonesia.
|
Produk teknologi hasil program RAMP Indonesia |
Technopreuner
merupakan pelaku yang menjamin bahwa teknologi berfungsi sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan keberadaanya menjadi kebanggaan bagi Indonesia.
Keberadaan Technopreuner diharapkan mampu mengatasi permasalahaan riil yang
dihadapi bangsa Indonesia. Tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah menjembatani
industri dengan lembaga riset dan peningkatan brand image produk teknologi lokal di mata masyarakat. Namun,
dengan adanya peran serta pemerintah dalam menfasilitasi technopreuner
diharapkan permasalahan tersebut dapat diatasi seiring dengan perkembangan
waktu.
Statement
of desclaimer
I hereby declare that
my article entitled “Apa Kabar Technopreuner Indonesia ? ” is a work of its own
and has not been submitted in any form to any competition or social media
posting. Sources of information derived or quoted from published and
unpublished works from other authors mentioned in the text. If I am caught
doing plagiarism or any other cheating attempt. I am ready for the
consequences, as my winning rights are revoked.
Bogor, Mei 2013
Arfandiwangsa
Penulis*
*Untuk mengetahui tentang penulis, silahkan menuju laman contact